Senin, 05 Mei 2014

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945

            Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.

            Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinyu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.

            Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri
Perkembangan ketatanegaraan Indonesia dapat dibagi menkadi beberapa periode, sejak masa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai sekarang. Walaupun sebenarnya tonggak ketatanegaraan Indonesia telah ada jauh sebelum proklamasi.

1. Sistem Pemerintahan Periode 1945-1949

Lama periode              : 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Bentuk Negara            : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan   : Presidensial
Konstitusi                    : UUD 1945
Presiden & Wapres     :
1.      Ir. Soekarno & Mohammad Hatta
(18 Agustus 1945 - 19 Desember 1948)
2.      Syafruddin Prawiranegara (ketua PDRI)
(19 Desember 1948 - 13 Juli 1949)
3.      Ir. Soekarno & Mohammad Hatta
4.      (13 Juli 1949 27 - Desember 1949)

            Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer. Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda.

            Setelah munculnya Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 November 1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Dengan keluarnya Maklumat Pemerintah 14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.

2. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950

Lama periode              : 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
Bentuk Negara            : Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan   : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi                    : Konstitusi RIS
Presiden & Wapres     :
1.      Ir.Soekarno = presiden RIS
(27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)
2.      Assaat = pemangku sementara jabatan presiden RI
(27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)

            Pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 september 1949 dikota Den Hagg (Netherland) diadakan konferensi Meja Bundar (KMB). Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, Delegasi BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg) dipimpin oleh Sultan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin olah Van Harseveen.

            Adapun tujuan diadakannya KMB tersebut itu ialah untuk meyelesaikan persengketaan Indonesia dan Belanda selekas-lekasnya dengan cara yang adil dan pengakuan kedaulatan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada Republik Indonesia Serikat (RIS).
Salah satu keputusan pokok KMB ialah bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dam tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.

            Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan RIS di Amesterdam. Bila kita tinjau isinya konstitusi itu jauh menyimpang dari cita-cita Indonesia yang berideologi pancasila dan ber UUD 1945 karena :
1.      Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalisme) yang terbagi dalam 16 negara bagian, yaitu 7 negara bagian dan 9 buah satuan kenegaraan (pasal 1 dan 2, Konstitusi RIS).
2.      Konstitusi RIS menentukan suatu bentuk negara yang leberalistis atau pemerintahan berdasarkan demokrasi parlementer, dimana menteri-menterinya bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah kepada parlemen (pasal 118, ayat 2 Konstitusi RIS)
3.      Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa atau semangat pembukaan UUD proklamasi sebagai penjelasan resmi proklamasi kemerdekaan negara Indonesia (Pembukaan UUD 1945 merupakan Decleration of independence bangsa Indonesia, kata tap MPR no. XX/MPRS/1996).Termasuk pula dalam pemyimpangan mukadimah ini adalah perubahan kata- kata dari kelima sila pancasila. Inilah yang kemudian yang membuka jalan bagi penafsiran pancasila secara bebas dan sesuka hati hingga menjadi sumber segala penyelewengan didalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.

3. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959

Lama periode              : 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Bentuk Negara            : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan   : Parlementer
Konstitusi                    : UUDS 1950
Presiden & Wapres     :
1.      Ir.Soekarno & Mohammad Hatta

            UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.
Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD.
            Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka. Isi dekrit presiden 5 Juli 1959 antara lain :
1.      Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2.      Pembubaran Konstituante
3.      Pembentukan MPRS dan DPAS

4. Sistem Pemerintahan Periode 1959-1966 (Orde Lama)

Lama periode              : 5 Juli 1959 – 22 Februari 1966
Bentuk Negara            : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan   : Presidensial
Konstitusi                    : UUD 1945
Presiden & Wapres     :
1.      Ir.Soekarno & Mohammad Hatta

            Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.

            Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
         Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
         MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
         Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia

5. Sistem Pemerintahan Periode 1966-1998 (Orde Baru)

Lama periode              : 22 Februari 1966 – 21 Mei 1998
Bentuk Negara            : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan   : Presidensial
Konstitusi                    : UUD 1945
Presiden & Wapres     :
1.      Soeharto (22 Februari 1966 – 27 Maret 1968)
2.      Soeharto (27 Maret 1968 – 24 Maret 1973)
3.      Soeharto & Adam Malik (24 Maret 1973 – 23 Maret 1978)
4.      Soeharto & Hamengkubuwono IX (23 Maret 1978 –11 Maret 1983)
5.      Soeharto & Try Sutrisno (11 Maret 1983 – 11 Maret 1988)
6.      Soeharto & Umar Wirahadikusumah (11 Maret 1988 – 11 Maret 1993)
7.      Soeharto & Soedharmono (11 Maret 1993 – 10 Maret 1998)
8.      Soeharto & BJ Habiebie (10 Maret 1998 – 21 Mei 1998)

            Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita.

            Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:
         Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
         Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
         Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.

6. Sistem Pemerintahan Periode 1998 - sekarang

Lama periode              : 21 Mei 1998 - sekarang
Bentuk Negara            : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan   : Presidensial
Konstitusi                    : UUD 1945
Presiden & Wapres     :
1.      B.J Habiebie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
2.      Abdurrahman Wahid & Megawati Soekarnoputri (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)
3.      Megawati Soekarnoputri & Hamzah Haz (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)
4.      Susilo Bambang Yudhoyono & Muhammad Jusuf Kalla (20 Oktober 2004 – 20 Oktober 2009)
5.      Susilo Bambang Yudhoyono & Boediono (20 Oktober 2009 – 2014)

            Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
            Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.

Sumber :

Sistem Pemerintahan Presidensial

            Sistem presidensial (presidensiil), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakansistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif. Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu:

·         Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
·         Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan.
·         Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.

            Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.

            Model ini dianut oleh Amerika SerikatFilipinaIndonesia dan sebagian besar negara-negaraAmerika Latin dan Amerika Tengah.

Kelebihan dan kelemahan sistem presidensial
Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial:

·         Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
·         Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Filipina adalah enam tahun dan Presiden Indonesia adalah lima tahun.
·         Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
·         Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial:

·         Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
·         Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
·         Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas
·         Pembuatan keputusan memakan waktu yang lama.

a.       Presiden adalah penyelenggara negara.
b.      Presiden menjabat dua jabatan sekaligus yaitu kepala negara dan kepala pemerintahan.
c.       Parlemen tidak memilih presiden, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
d.      Menteri-menteri dipilih langsung oleh presiden menjadi sebuah kabinet yang bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
e.       Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen secara presiden tidak dipilih oleh parlemen.
f.       Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
g.      Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
h.      Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.

Sumber :

Asas – Asas Kewarganegaraan

A. Asas Ius-Sanguinis dan Asas Ius-Soli
            Setiap negara yang berdaulat berhak untuk menentukan sendiri syarat – syarat untuk menjadi warganegara. Terkait dengan syarat – syarat menjadi warganegara dalam ilmu tata negara dikenal adanya dua asas kewarganegaraan, yaitu asas ius-sanguinis dan asas ius-soli.
·          Asas ius-sanguinis adalah asas keturunan dan hubungan darah,artinya bahwa Kewarganegaraan seseorang adalah warga negara A karena orangtuanya adalah warganegara A.
·          Asas ius-soli adalah asas daerah kelahiran, artinya bahwa status Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya di negara B tersebut.

B. Bipatride dan Apatride
            Dalam hubungannya antarnegara seseorang dapat pindah tempat dan berdomisili di negara lain. Apabila seseorang atau keluarga yang bertempat tinggal di negara lain melahirkan anak, maka status Kewarganegaraan anak ini tergantung pada asas yang berlaku di negara tempat kelahirannya dan berlaku di negara orangtuanya. Perbedaan asas yang dianut oleh negara yang lain, misalnya negara A mengenut asas ius-sanguinis sedangkan negara B mengenut asas ius-soli, hal ini dapat menimbulkan status biptride atau apatride pada anak dari orang tua yang berimigrasi diantara kedua negara tersebut.Bipatrid ( dwi Kewarganegaraan ) timbul apabila menurut peraturan dari dua negara terkait seseorang dianggap sebagai warganegara kedua negara itu. Misalnya, Adi dan Ani adalah suami istri yang berstatus warga negara A namun mereka berdomisili di negara B. Negara A menganut asas ius-sanguinis dan negara B menganut asas ius-soli. Kemudian lahirlah anak mereka Dani. Menurut negara A yang menganut asas ius-sanguinis, Dani adalah warga negaranya karena mengikuti Kewarganegaraan orang tuanya. Menurut negara B yang menganut ius-soli, Dani juga warga negaranya, karena tempat kelahirannya adalah di negara B dengan demikian Dani mempunyai status dua kewarganegaraan atau bipatride. Sedangkan apartride ( tanpa Kewarganegaraan ) timbul apabila menurut peraturan Kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai warganegara dari negara manapun. Misalnya, Agus dan Ira adalah suami istri yang berstatus warganegara B yang berasas ius-soli. Mereka berdomisili di negara A yang berasas ius-sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka Budi, menurut negara A, Budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena orang tuanya bukan warganegaranya. Begitu pula menurut negara B, Budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena lahir di wilayah negara lain. Dengan demikian Budi tidak mempunyai kewarganegaraan atau apatride.

Sumber :
http://andrewjunio.blogspot.com/search?updated-min=2014-01-01T00:00:00-08:00&updated-max=2015-01-01T00:00:00-08:00&max-results=4

Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Menurut UUD 1945

            Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban adalah  sesuatu yang harus dilakukan oleh warga negara. Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban sering tidak seimbang. Bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan kehidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak dari pada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan.

            Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokrasi.
Kewarganegaraan. Warga Negara adalah penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya, yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai warga negara itu. memiliki domisili atau tempat tinggal tetap di suatu wilayah negara, yang dapat dibedakan menjadi warga negara asli dan warga negara asing (WNA).
o   Menurut pasal 26 ayat (2) UUD 1945, Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal diIndonesia.
o   Bukan Penduduk, adalah orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengan visa
o   Istilah Kewarganegaraan (citizenship) memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara, atau segala hal yang berhubungan dengan warga negara. Pengertian kewarganegaraan dapat dibedakan dalam arti  : 1) Yuridis dan Sosiologis, dan 2) Formil dan Materiil.

Asas Kewarganegaraan di Indonesia :
1.      Asas kelahiran (Ius soli) adalah penentuan status kewarganegaraan berdasarkan tempat atau daerah kelahiran seseorang.
2.      Asas keturunan (Ius sanguinis) adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkanpertalian darah atau keturunan.
3.      Asas Perkawinan : Status kewarganegaraan dapat dilihat dari sisi perkawinan yangmemiliki asas kesatuan hukum, yaitu paradigma suami isteri atau ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang mendambakan suasana sejahtera, sehat dan bersatu.

Unsur Pewarganegaraan (Naturalisasi)  :
1.      Bersifat aktif yaitu seseorang yang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak untuk menjadi warga negara dari suatu negara.
2.      Bersifat Pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh suatu negara atau tidak mau diberi status warga negara suatu negara, maka yang bersangkutan menggunakan hak Repudiasi yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.

Status Kewarganegaraan Indonesia :
1.      Apatride ( tanpa Kewarganegaraan ) adalah seseorang yang memiliki status kewarganegaraan hal ini menurut peraturan kewarganegaraan suatu negara, seseorang tidak diakui sebagai warga negara dari negara manapun.
2.      Multipatride, yaitu seseorang (penduduk) yang tinggal di perbatasan antara dua negara.
3.      Bipatride ( dwi Kewarganegaraan ) adalah kewarganegaraan yang timbul apabila peraturan dari dua negara terkait seseorang dianggap warganegara ke dua negara tersebut.

Hak Warga Negara Indonesia :
a.       Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak ataspekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
b.      Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
c.       Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1).
d.      Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang”
e.       Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
f.       Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,

Kewajiban Warga Negara Indonesia  :
a.       Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi : segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
b.      Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan  : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
c.       Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan : Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
d.      Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28J ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
e.       Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”

Hak dan Kewajiban Warga Indonesia
1.      Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara Wujud hubungan warga negara dan negara pada umumnya berupa peranan (role).
2.      Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Hak kewajiban warga negara Indonesia tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945.

Sumber :