Sistem pemerintahan
mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di
beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan
yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan
mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika
suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal
itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk
memprotes hal tersebut.
Secara luas berarti
sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku
kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan
politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan
yang kontinyu dan demokrasi
dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem
pemerintahan tersebut.
Secara sempit,
sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda
pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan
mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri
Perkembangan ketatanegaraan
Indonesia dapat dibagi menkadi beberapa periode, sejak masa Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 sampai sekarang. Walaupun sebenarnya tonggak ketatanegaraan
Indonesia telah ada jauh sebelum proklamasi.
1. Sistem Pemerintahan Periode 1945-1949
Lama periode :
18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Bentuk Negara :
Kesatuan
Bentuk Pemerintahan :
Republik
Sistem Pemerintahan :
Presidensial
Konstitusi :
UUD 1945
Presiden & Wapres :
1.
Ir. Soekarno & Mohammad Hatta
(18 Agustus 1945
- 19 Desember 1948)
2.
Syafruddin Prawiranegara (ketua PDRI)
(19 Desember
1948 - 13 Juli 1949)
3.
Ir. Soekarno & Mohammad Hatta
4.
(13 Juli 1949 27 - Desember 1949)
Pernyataan van Mook
untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu
perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer. Gelagat ini
sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum
kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala
pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis dianggap
sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan
dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda.
Setelah munculnya
Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 November 1945, terjadi pembagian
kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap
dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Dengan keluarnya
Maklumat Pemerintah 14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang semula
dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi dari
dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.
2. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950
Lama periode :
27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
Bentuk Negara :
Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan :
Republik
Sistem Pemerintahan :
Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi :
Konstitusi RIS
Presiden & Wapres :
1.
Ir.Soekarno = presiden RIS
(27 Desember
1949 - 15 Agustus 1950)
2.
Assaat = pemangku sementara jabatan presiden RI
(27 Desember 1949
- 15 Agustus 1950)
Pada tanggal 23
Agustus sampai dengan 2 september 1949 dikota Den Hagg (Netherland) diadakan
konferensi Meja Bundar (KMB). Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta,
Delegasi BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg) dipimpin oleh Sultan Hamid
Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin olah Van Harseveen.
Adapun tujuan
diadakannya KMB tersebut itu ialah untuk meyelesaikan persengketaan Indonesia dan Belanda selekas-lekasnya dengan cara
yang adil dan pengakuan kedaulatan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada
Republik Indonesia Serikat (RIS).
Salah satu keputusan pokok KMB
ialah bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa
syarat dam tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada
tanggal 30 Desember 1949.
Demikianlah pada
tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan
RIS di Amesterdam. Bila kita tinjau isinya konstitusi itu jauh menyimpang dari
cita-cita Indonesia yang berideologi pancasila dan ber UUD 1945 karena :
1.
Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat
(federalisme) yang terbagi dalam 16 negara bagian, yaitu 7 negara bagian dan 9
buah satuan kenegaraan (pasal 1 dan 2, Konstitusi RIS).
2.
Konstitusi RIS menentukan suatu bentuk negara
yang leberalistis atau pemerintahan berdasarkan demokrasi parlementer, dimana
menteri-menterinya bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah
kepada parlemen (pasal 118, ayat 2 Konstitusi RIS)
3.
Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama
sekali jiwa atau semangat pembukaan UUD proklamasi sebagai penjelasan resmi
proklamasi kemerdekaan negara Indonesia (Pembukaan UUD 1945 merupakan
Decleration of independence bangsa Indonesia, kata tap MPR no.
XX/MPRS/1996).Termasuk pula dalam pemyimpangan mukadimah ini adalah perubahan
kata- kata dari kelima sila pancasila. Inilah yang kemudian yang membuka jalan
bagi penafsiran pancasila secara bebas dan sesuka hati hingga menjadi sumber
segala penyelewengan didalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.
3. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959
Lama periode :
15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Bentuk Negara :
Kesatuan
Bentuk Pemerintahan :
Republik
Sistem Pemerintahan :
Parlementer
Konstitusi :
UUDS 1950
Presiden & Wapres :
1.
Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
UUDS 1950 adalah
konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950
hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950
tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak
ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.
Konstitusi ini dinamakan
"sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante
hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955
berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal
membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan
Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota
konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya
sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di
kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin
kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di
depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk
kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan
suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju.
Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus
diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali
dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini
Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante
memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD.
Pada 5 Juli 1959
pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara
resmi di Istana Merdeka. Isi dekrit
presiden 5 Juli 1959 antara lain :
1.
Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya
lagi UUDS 1950
2.
Pembubaran Konstituante
3.
Pembentukan MPRS dan DPAS
4. Sistem Pemerintahan Periode 1959-1966 (Orde Lama)
Lama periode :
5 Juli 1959 – 22 Februari 1966
Bentuk Negara :
Kesatuan
Bentuk Pemerintahan :
Republik
Sistem Pemerintahan :
Presidensial
Konstitusi :
UUD 1945
Presiden & Wapres :
1.
Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
Karena situasi
politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur
kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada
tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah
satu isinya memberlakukan kembali UUD
1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara
1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini,
terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
•
Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua
MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
•
MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur
hidup
•
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui
Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
5. Sistem Pemerintahan Periode 1966-1998 (Orde Baru)
Lama periode :
22 Februari 1966 – 21 Mei 1998
Bentuk Negara :
Kesatuan
Bentuk Pemerintahan :
Republik
Sistem Pemerintahan :
Presidensial
Konstitusi :
UUD 1945
Presiden & Wapres :
1.
Soeharto (22 Februari 1966 – 27 Maret 1968)
2.
Soeharto (27 Maret 1968 – 24 Maret 1973)
3.
Soeharto & Adam Malik (24 Maret 1973 – 23
Maret 1978)
4.
Soeharto & Hamengkubuwono IX (23 Maret 1978 –11 Maret 1983)
5.
Soeharto & Try Sutrisno (11 Maret 1983 – 11
Maret 1988)
6.
Soeharto & Umar Wirahadikusumah (11 Maret 1988 – 11 Maret 1993)
7.
Soeharto & Soedharmono (11 Maret 1993 – 10
Maret 1998)
8.
Soeharto & BJ Habiebie (10 Maret 1998 – 21 Mei 1998)
Pada masa Orde Baru
(1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila
secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari
Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang
Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33
UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan
sumberalam kita.
Pada masa Orde
Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara
melalui sejumlah peraturan:
•
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan
bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan
melakukan perubahan terhadapnya
•
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang
Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD
1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
•
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang
Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
6. Sistem Pemerintahan Periode 1998 - sekarang
Lama periode :
21 Mei 1998 - sekarang
Bentuk Negara :
Kesatuan
Bentuk Pemerintahan :
Republik
Sistem Pemerintahan :
Presidensial
Konstitusi :
UUD 1945
Presiden & Wapres :
1.
B.J Habiebie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
2.
Abdurrahman Wahid & Megawati Soekarnoputri (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)
3.
Megawati Soekarnoputri & Hamzah Haz (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)
4.
Susilo Bambang Yudhoyono & Muhammad Jusuf
Kalla (20 Oktober 2004 – 20 Oktober
2009)
5.
Susilo Bambang Yudhoyono & Boediono (20 Oktober 2009 – 2014)
Salah satu tuntutan
Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945.
Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde
Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan
rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang
terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta
kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum
cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan
UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara,
kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan
negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan
kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak
mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat
structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar